Oleh Kurniawan Nomeanto
Koordinator Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) NTB
[Kabar JKPP Edisi 21]
Lombok Tengah adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Lombok Tengah dibagi menjadi 3 (tiga) kawasan yaitu Kawasan Selatan (Empak Bau), Kawasan Tengah (Tunjung Tilah) dan Kawasan Utara (Aik Meneng).
Kawasan Utara atau Aik Meneng adalah kawasan yang berbatasan langsung dengan Gunung Rinjani (3.726 Mdpl). Kawasan ini kemudian menjadi jantung penghidupan bagi Kabupaten Lombok Tengah, karena memiliki hutan yang menjadi sumber mata air yang mengalir ke bagian Tengah dan Selatan. Tetapi ketidak jelasan pengelolaan SDA dan tidak dilibatkanya masyarakat dalam pengurusan pengelolaan kawasan oleh Pemerintah Daerah telah menyebabkan rentetan masalah di tingkat tapak.
Kekayaan sumber daya air yang terdapat dikawasan Aik Meneng lebih banyak dinikmati oleh sebagian kecil orang saja dan ironisnya orang di luar kawasan. Hal ini dikarenakan beroperasinya perusahaan air minum swasta yang menyedot air dan menyebabkan pasokan air bagi masyarakat sekitar berkurang secara drastis.
Berdasarkan hasil wawancara (testimony) dengan warga dan aparat desa di Kaula, menyatakan bahwa air pada masa dulu sekitar tahun 90 an masih sangat bagus. Panen padi mina (Padma) di areal kelompok Tani Adil Makmur, bagian Timur-Laut (Tenggara) Desa Selebung masih sangat bagus. Air yang mengaliri padi mina didapatkan dari saluran sub DAS Gedeh. Kemudian saat era reformasi, dengan seketika terjadi pembukaan hutan secara besar-besaran, bahkan dihampir seluruh dataran Lombok. Begitu pula yang terjadi di Desa Kaula, sejak tahun 2000 hutan dibuka secara besar-besaran yang kemudian berujujung pada lahirnya HKm pertama di Indonesia. Pasca kejadian tersebut, masyarakat mulai merasakan berkurangnya air.
Gde Bongoh, yang merupakan anak sungai (8 km) dari DAS Dodokan (Aik Buka). Saat ini sangat tidak dimungkinkan lagi berbudidaya Padma, karena ketersediaan air sudah tidak mencukupi. Masyarakat bergantung pasokan air baku dari Lokok Pelebut , tetapi distribusinya dirasakan belum sesuai kebutuhan. Hal ini menyebabkan banyak petani Padma yang beralih untuk berkebun saja.
Hal serupa yang dirasakan di Taman Wisata Aiq Bukaq yang di dalamnya terdapat kolam renang dengan air bersumber dari mata air di situ, dengan ukuran 15 X 25 X 2,5 m3. Jika ingin mengisi kolam renang yang ada, pada tahun 90an akhir hanya dibutuhkan waktu 3-5 jam, sementara saat ini membutuhkan waktu sekitar 3 hari. Mata air yang sebanyak 7 titik yang terdapat di desa Stiling telah mati. Illegal loging dan pengelolaan HKM yang tidak sesuai, serta pola distribusi yang belum berkelanjutan dan adil menyebabkan penyusutan.
Jika terus dibiarkan, masyarakat hanya akan menjadi penonton ruangnya terus tergerus. Hal ini berpotensi menyulut konflik baik secara horizontal maupun vertikal. Pada situasi ini, peran Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) NTB, berharap dapat mendorong lahirnya sebuah peta mata air dan area konservasi yang dibuat secara partisipaif dan selanjutnya dapat menjadi acuan semua pihak (Pemerintah Desa, Kabupaten, Provinsi dan Pemerintah Pusat), dalam melaksanakan pembangunan, mengelola dan memanfaatkan serta memelihara sumber daya alam yang ada, terutama sumber daya Air.
Karena harus disadari, bahwa sebagus apapun konsep dan partisipasi yang dibangun, tanpa kebijakan lokal dan pusat yang memberikan ruang kondusif agar terjadinya integrasi dan kolaborasi yang lebih pro rakyat, sulit rasanya sebuah program apalagi proyek bisa berhasil secara berkelanjutan. Untuk itu, kerja-kerja kolaboratif yang lebih nyata, dengan pola perencananaan yang lebih partisipatif, diharapkan dapat sedikit menjawab persoalan rakyat.
Pemetaan Mata air di Kawasan Kaula yang diinisiasi oleh SLPP bertujuan untuk memetakan mata air dan area konservasi termasuk melihat kondisi masyarakat desa yang memiliki sumber mata air, dokumen ini diharapkan dapat menjadi acuan semua pihak dalam melakukan perencanaan pembangunan di Kabupaten Lombok Tengah. Pemetaan mata air ini dilakukan di 6 desa kawasan Utara Lombok Tengah (KAULA) yaitu desa Aik Berik, Setiling, Aik Buka, Aik Bual, Karang Sidemen, dan Lantan.
Sebelum kegiatan pemetaan dimulai, SLPP-NTB melakukan persiapan sosial dengan membuat pertemuan kecil dengan pemerintah desa dan beberapa tokoh di 6 desa yang akan dipetakan, pertemuan ini selain untuk bersosialisasi juga untuk mengidentifikasi para pihak dan mendapatkan data awal kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Setelah persiapan sosial telah dilaksanakan di semua desa, tahapan selanjutnya adalah melaksanakan pertemuan/workshop untuk menentukan tim kerja dan waktu pemetaan. Setelah tim terbentuk dan menyepakati waktu pemetaan sudah disepakati, maka tahapan selanjutnya adalah survey lapangan sesuai dengan jadwal yang ada.
Setelah semua data hasil survey lapangan tekumpul, tim GIS melakukan pengolahan data menjadi peta digital.
Setelah seluruh data terkompilasi kedalam peta, tahapan terakhirnya adalah sosialisasi hasil kegiatan melalui seminar untuk mendapatkan masukan sekaligus untuk pengintegrasian peta dan penyerahan peta kepada Pemerintah Desa dan Pemerintah Kabupaten.
Dari hasil pemetaan partisipatif, terdapat sekitar 90 mata air di 5 desa kecamatan batukliang utara dan 1 desa kecamatan kopang (36 titik matair berada di kawasan hutan, 47 titk di lahan hak milik, 7 titik di lahan milik pemerintah daerah).
Berdasarkan hasil pemetaan diatas, ada beberapa pointer yang menjadi rekomendasi penyelamatan, pemeliharaan dan pengelolaan sumber mata air jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, sebagai berikut:
- Perencanaan dan pelaksanaan konservasi area sumber mata air harus dilakukan secara partisipatif
- Secara bertahap, harus ada upaya pembebasan lahan sekitar sumber mata air yang lokasinya dilahan hak milik
- Aplikasi dan reflikasi Awiq-awiq atau Perdes serta Puberkades sebagai resolusi konflik pemanfaatan SD-Air di satu dan dan antar desa
- Pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kapasitas kelompok-kelompok masyarakat sekitar mata air.
- Kampanye penyadaran lingkungan yang lebih masif.
- Optimalisasi peran aparat penegak hukum dengan melibatkan kelompok masyarakat Penjaga Hutan (LANG-LANG)
- Paska pemetaan, harus disusun rencana aksi pemeliharaan dan penyelamatan SD-Air dari tingkat SKPD, Lembaga sampai Pemerintah Desa serta Masyarakat umum.
TANTANGAN DAN HAMBATAN
Kegiatan pemetaan ini secara efektif dimulai sejak akhir bulan April tahun 2015. Secara keseluruhan berjalan lancar walaupun terdapat beberapa hambatan dalam proses pelaksanaannya. Tim pemetaan sangat terbantu oleh semangat dari masyarakat dan Pemerintah desa setempat, hanya pada bulan Juli sampai dengan awal bulan Agustus 2015, kegiatan harus ditunda karena pada bulan tersebut masyarakat Lombok Tengah khususnya warga di 6 desa lokasi pemetaan yang 99 % beragama muslim, harus menjalankan ibadah puasa selama 1 bulan penuh. Secara kultur dan kebiasaan masyarakat, pada bulan tersebut masyarakat cenderung tidak mau beraktifitas, terutama aktifitas pada siang hari. Selain itu, medan atau lokasi mata air yang sangat jauh dan sulit, juga menjadikan kegiatan pemetaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama.
Hasil pemetaan ini diharapkan dapat menjadi acuan seluruh stakeholder dalam melaksanakan Pembangun Di Kabupaten Lombok Tengah. Selanjutnya seluruh dokumen hasil pemetaan ini diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah melalui Kantor Lingkungan Hidup sebagai laporan kegiatan dan Pemerintah 6 Desa yang dipetakan sebagai dokumen dan data desa. (SLPP NTB)