Kabar JKPP

Menuju Kedaulatan Rakyat Atas Ruang

Masyarakat Tanjung Pusaka, Merawat Danau Bagantung

Muhammad Husen, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
Muhammad Husen, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)

 

Oleh Muhammad Husen, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif

Jagalah Danau Bagantung untuk tetap ada dan Lestari! pesan almarhum Bapak Talib (Orang pertama yang menemukan Danau Bagantung)

[Kabar JKPP Edisi 22] Kelestarian Danau Bagantung bukanlah tanpa sebab, kesepakatan bersama yang dibuat dan dipatuhi warga Tanjung Pusaka menjadi kunci utama bagaimana masyarakat merawat Danau Bagantung. Ada 4 (empat) kesepakatan tidak tertulis di Danau Bagantung, pertama; Dilarang menggunakan alat setrum dan racun saat melakukan penangkapan ikan, kedua; jika pihak lain dari luar desa memasuki danau, harus seizin dan ditemani oleh warga Tanjung Pusaka, ketiga; saat musim kemarau panjang, diberlakukan jaga malam di muara danau/pintu masuk danau dari jam 6 malam hingga jam 6 pagi. dan terakhir ke-empat; setiap kontribusi serta biaya masuk ke danau dijadikan pemasukan kas Tanjung Pusaka, yang digunakan saat ada kegiatan pembersihan danau.

Di Danau Bagantung terdapat habitat berbagai jenis ikan rawa lokal gambut seperti Haruan (Gabus), Toman, Karandang, Baung, Patung, Tabiring, Tapah, Papuyu (Betok), Belut, Lais selain itu terdapat satwa lainnya seperti buaya, bulus serta kura-kura. Ancaman terbesar kelestarian Danau Bagantung ditimbulkan oleh pengguanaan alat setrum dan racun ikan, menurut Pak Dery Warga Dusun Tajung Pusaka di RT 3, habisnya ikan di Sungai Taruna RT 4 dan 5 Tanjung Taruna disebabkan mereka menggunakan alat setrum dan racun untuk menangkap ikan, di Danau Bagantung ketersedian ikan tidak pernah habis khususnya saat musim kemarau, banyak ikan yang berkumpul di danau hingga musim hujan sehingga saat  musim kemarau sekitar bulan juni hingga agustus, penjagaan diperketat. Tidak diperbolehkanya penggunaan setrum serta racun ikan juga berlaku bagi pengunjung di luar Tanjung Pusaka,dan untuk mencegah penggunaan alat tangkap yang dilarang saat ada orang diluar warga Tanjung Pusaka memasuki wilayah Danau Bagantung, harus izin dan ditemani oleh warga Tanjung Pusaka. Sedangkan alat tangkap yang diperbolehkan hanya berupa alat tangkap ikan tradisional seperti Rengge, Pancing (Banjur dan Rawai), Bubu (Buwu) dan Jala (Lunta), Rempa, Kalang, Tampirai, Sauk, Siap, dan Hantai.

Luas Danau Bagantung sekitar 100 Ha dari 18.520,40 Ha total luas wilayah Desa Tajung Taruna. Letak Danau Bagantung di RT 03 Dusun Tanjung Pusaka Desa Tanjung Taruna Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Desa Tanjung Taruna berada di wilayah Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Kahayan – Sebangau dan Kahayan Kapuas, dan berdasarkan SK 529 tahun 2012 tentang penunjukan kawasan hutan, wilayah Tanjung Taruna berada pada kawasan lindung dan APL atau kawasan budidaya. Selain penggunaan setrum listrik dan racun ikan, ancaman terbesar ekosistem Danau Bagantung berikutnya adalah, masifnya ekspansi perusahaan sawit disekitran wilayah APL, tercatat perusahaan sawit yang telah mengantongi izin disekitar wilayah danau diantaranya; PT Sumber Rejeki, PT Pilang Sumber Rejeki, PT Antang Sawit Perkasa, PT Handel Hambi, PT Tata Tanjung Taruna.

 

Sejarah Danau Bagantung

Diperkirakan pada tahun 1900-an Danau Bagantung ditemukan, Pak Talib (Alm) orang pertama di Tanjung Pusaka yang menemukan Danau Bagantung  (Bagantung artinya tidak memiliki dasar atau sesuatu yang bisa berpindah – pindah). menurut Ibu Ilawatin cucu bapak Talib, nama Danau Bagantung konon ceritanya, karena pulau – pulau yang ada di danau berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat lain atau tidak memiliki dasar (Bagantung), berpindahnya pulau tersebut, biasanya ditandai dengan turunnya ‘Hujan Kuning’ yaitu hujan yang terjadi di siang hari atau saat terik matahari, namun pada saat musim kemarau terkadang pulau tersebut juga berpindah. Danau Bagantung ditemukan pak Talib saat menyusuri Sungai Burung Buah Hai (Burung Bua artinya burung pemakan buah dan Hai itu artinya besar).

Saat memasuki aliran Sungai Burung Bua Hai, terdapat 5 (lima) danau, yang setiap namanya juga memiliki arti tersendiri., danau pertama yang bisa dijumpai adalah Danau Kanderek, pemberian namanya karena di dekat danau terdapat alur parit Kanderek, Kedua, Danau Panjang karena bentuk danau yang memanjang, ketiga, Danau Belida, di danau ini awalnya terdapat banyak ikan Belida walaupun sekarang sudah sulit ditemukan, Ke-empat, Danau Bunter (Bunter artinya bulat), dikarenakan bentuk danau membulat sehingga diberi nama Bunter, Kelima dan yang paling ujung serta paling besar yaitu Danau Bagantung. Dan Danau Bagantung awalnya hanya boleh dimanfaatkan oleh keluarga Bapak Talib, namun setelah bertambahnya jumlah penduduk di Tanjung Pusaka, sekitar tahun 1970an Danau Bagantung dibuka untuk umum bagi warga Tanjung Pusaka.

 

Danau Bagantung, Tumpuhan Warga Tanjung Pusaka

Saat pagi hari, sekitar jam tujuh hingga siang hari jam dua belas siang, warga Tanjung Pusaka yang mayoritas Nelayan memulai pekerjaanya menangkap ikan di Danau Bagantung, namun ada juga yang kembali menangkap ikan di sore hari, dari jam dua hingga jam lima sore. Untuk menangkap ikan, warga Tanjung Pusaka menggunakan alat tangkap tradisional seperti bubu, tampirai, rambat, dan rengge, sedangkan uang yang diperoleh dari menangkap ikan paling sedikit Rp 50.000 dan bisa mencapai Rp 100.000 perhari, Pendapatan warga dari mencari ikan melimpah saat musim kemarau, yang terjadi pada bulan Juli hingga Agustus terkadang sampai September. Hasil tangkapan ikan dijual langsung pada pembeli yang datang ke Tanjung Pusaka, selain untuk dijual hasil tangkapan juga dikonsumsi sendiri, jenis ikan yang biasanya menjadi hasil tangkapan warga di Danau Bagantung seperti biawan, lele, kakap, toman, baung, balida, tapah, karandang, serta udang, untuk jenis ikan balida sudah jarang didapat.

Selain dari hasil tangkapan ikan, pendapatan warga juga didapat dari mengantarkan orang dari luar Tanjung Pusaka, yang akan memancing di danau, pendapatan diperoleh misalnya dari hasil sewa klotok, dalam satu klotok biaya sewanya Rp 200.000 hingga Rp 300.000 tergantung dari jumlah penumpang dan maksimal 3 orang. Sementara untuk setiap warga Tanjung Pusaka yang menyewakan klotoknya wajib membayar iuran ke Bendahara Tanjung Pusaka sebesar 10% dari harga sewa klotok. Di Danau Bagantung terdapat juga bibit anakan alam pohon belangiran yang diambil warga Tanjung Pusaka untuk dijual, dalam 1000 bibit dijual dengan harga Rp 10.000 dan pembeli biasanya datang sendiri ke Tanjung Pusaka, ukuran bibit yang diambil tingginya kurang lebih 20 – 30 cm.

 

Harapan Warga, Danau Bagantung Menjadi Tujuan Wisata

Kelestarian Danau Bagantung memikat banyak pengunjung untuk sekedar menangkap ikan atau menikmati keindahan panomara danau, semenjak 2005, menurut Pak Rohman (warga Tanjung Pusaka RT 3), pengunjung Danau Bagantung mulai meningkat pesat, setelah televisi swasta menayangkan program Mancing Mania di Danau Bagantung. Namun, sampai saat ini belum terdapat perhatian pemerintah untuk menetapkan Danau Bagantung menjadi kawasan tujuan wisata yang ada di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah. Disisi lain belum adanya aturan tertulis di tingkatan desa menjadi kendala tersendiri saat Danau Bagantung telah ditetapkan sebagai kawasan wisata. Karena keterlibatan aktif warga Tanjung Pusaka menjadi syarat utama pengelolahan Danau Bagantung agar tetap terjaga dan lestari.

 

Danau Bagantung, Tanjung Pusaka (6) Danau Bagantung, Tanjung Pusaka (5) Danau Bagantung, Tanjung Pusaka (4) Danau Bagantung, Tanjung Pusaka (3) Danau Bagantung, Tanjung Pusaka (2)